1.
Nama
dan Alamat Museum
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
Jalan Jendral
Ahmad Yani No. 6 Yogyakarta 55121 Telp. (0274) 586934 , Fax. (0274) 510996 ,
e-mail : vrede_burg@yahoo.co.id
2.
Visi
dan Misi Museum
VISI
DAN MISI
Visi Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta
“Terwujudnya peran museum sebagai pelestari
nilai sejarah dan kejuangan Rakyat Indonesia di Yogyakarta dalam
mewujudkan NKRI”.
Misi Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta
1.
Mewujudkan peran museum sebagai pelestari
benda-benda peninggalan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di Yogyakarta
2.
Mewujudkan peran museum sebagai sumber
informasi sejarah perjuangan rakyat Indonesia di Yogyakarta
3.
Mewujudkan peran museum sebagai media
pendidikan non formal bagi pengembangan ilmu pengetahuan sejarah dengan
nuansa edutainmen.
4.
Mewujudkan museum sebagai wahana
peningkatan apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung
dalam semangat juang rakyat Indonesia di Yogyakarta
3. Sejarah Museum
Benteng
Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya Kasultanan
Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13
Februari 1755 yang berrhasil menyelesaikan perseteruan antara Susuhunan
Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I kelak)
adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan
dalam negeri raja-raja Jawa waktu
itu.
Tahun
1760–1765
Sebelum
dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum Benteng Vredeburg
Yogyakarta), pada tahun 1760 atas permintaan Belanda, Sultan HB I telah
membangun sebuah benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur sangkar. Di
keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Oleh
sultan keempat sudut tersebut diberi namaJayawisesa (sudut barat
laut), Jayapurusa (sudut timur
laut), Jayaprakosaningprang (sudut barat daya)
dan Jayaprayitna(sudut tenggara).
Pada
awal pembangunan ini (1760) status tanah merupakan milik kasultanan. Tetapi
dalam penggunaannya dihibahkan kepada Belanda (VOC) dibawah pengawasan Nicolas Hartingh,
gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa di Semarang.
Tahun
1765–1788
Usul
Gubernur W.H. Van
Ossenberg (pengganti Nicolaas Hartingh)
agar bangunan benteng lebih disempurnakan, dilaksanakan tahun 1767. Periode ini
merupakan periode penyempurnaan Benteng yang lebih terarah pada satu bentuk
benteng pertahanan.
Menurut
rencana pembangunan tersebut akan diselesaikan tahun itu juga. Akan tetapi
dalam kenyataannya proses pembangunan tersebut berjalan sangat lambat dan baru
selesai tahun 1787. Hal ini terjadi karena pada masa tersebut Sultan yang
bersedia mengadakan bahan dan tenaga dalam pembangunan benteng, sedang
disibukkan dengan pembangunan Kraton Yogyakarta. Setelah selesai bangunan
benteng yang telah disempurnakan tersebut diberi nama Rustenburg yang
berarti 'Benteng Peristirahatan'.
Tahun
1788 – 1799
Periode
ini merupakan saat digunakannya benteng secara sempurna oleh Belanda (VOC).
Bangkrutnya VOC tahun 1799 menyebabkan
penguasaan benteng diambil alih oleh Bataafsche Republic (Pemerintah Belanda).
Sehingga secara de facto menjadi milik pemerintah
kerajaan Belanda.
Tahun
1799–1807
Status
tanah benteng secara yuridis formal tetap milik kasultanan, tetapi penggunaan
benteng secara de facto menjadi milik Bataafsche Republik (Pemerintah Belanda)
di bawah Gubernur Van Den Burg. Benteng tetap difungsikan sebagai markas
pertahanan.
Tahun
1807–1811
Pada
periode ini benteng diambil alih pengelolaannya oleh Koninkrijk Holland
(Kerajaan Belanda). Maka secara yuridis formal status tanah tetap milik
kasultanan, tetapi secara de facto menjadi milik Pemerintah Kerajaan Belanda di
bawah Gubernur Herman Willem Daendels.
Tahun
1811–1816
Ketika
Inggris berkuasa di Indonesia 1811 – 1816, untuk sementara benteng dikuasai Inggris di
bawah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.
Namun dalam waktu singkat Belanda dapat mengambil alih. Secara yuridis formal
benteng tetap milik kasultanan.
Tahun
1816–1942
Pada
tahun 1867 di Yogyakarta terjadi gempa bumi yang dahsyat sehingga banyak
merobohkan beberapa bangunan besar seperti Gedung Residen (yang dibangun tahun 1824), Tugu
Pal Putih, dan Benteng Rustenburg serta bangunan-bangunan
yang lain. Bangunan-bangunan tersebut segera dibangun kembali. Benteng
Rustenburg segera diadakan pembenahan di beberapa bagian bangunan yang rusak.
Setelah selesai bangunan benteng yang semula
bernama Rustenburg diganti menjadi Vredeburg yang berarti
'Benteng Perdamaian'. Nama ini diambil sebagai manifestasi hubungan antara
Kasultanan Yogyakarta dengan pihak Belanda yang tidak saling menyerang waktu
itu.
Masa Jepang
Tanggal
7 Maret 1942, pemerintah Jepang memberlakukan UU nomor 1 tahun 1942 bahwa
kedudukan pimpinan daerah tetap diakui tetapi berada di bawah pengawasan Kooti
Zium Kyoku Tjokan (Gubernur Jepang) yang berkantor di Gedung Tjokan Kantai (Gedung
Agung). Pusat kekuatan tentara Jepang disamping
ditempatkan di Kotabaru juga di pusatkan di Benteng Vredeburg. Tentara Jepang
yang bermarkas di Benteng Vredeburg adalah Kempeitei yaitu tentara pilihan yang
terkenal keras dan kejam.
Masa
Kemerdekaan
1945-1970-an
Berita
tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia disambut dengan perasaan lega oleh
seluruh rakyat Yogyakarta. Ditambah dengan keluarnya Pernyataan Sri
Sultan Hamengku Buwono IX (Pernyataan 5 September 1945)
yang kemudian diikuti oleh Sri
Paku Alam VIII yang berisi dukungan atas
berdirinya negara baru, Negara Republik Indonesia, maka semangat rakyat semakin
berapi-api.
Setelah
Belanda meninggalkan kota Yogyakarta, Benteng Vredeburg dikuasai oleh APRI (Angkatan
Perang Republik Indonesia). Kemudian pengelolaan benteng
diserahkan kepada Militer
Akademi Yogyakarta. Pada waktu itu Ki Hadjar Dewantara pernah
mengemukakan gagasannya agar Benteng Vredeburg dimanfaatkan sebagai ajang
kebudayaan. Akan tetapi gagasan itu terhenti karena terjadi peristiwa “Tragedi
Nasional” Pemberontakan G
30 S tahun
1965. Waktu itu untuk sementara Benteng Vredeburg digunakan sebagai tempat
tahanan politik terkait dengan peristiwa G 30 S yang langsung berada di bawah
pengawasan Hankam.
Rencana
pelestarian bangunan Benteng Vredeburg mulai lebih terlihat nyata setelah tahun
1976 diadakan studi kelayakan bangunan benteng yang dilakukan oleh Lembaga
Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Setelah diadakan penelitian maka usaha ke arah pemugaran bangunan
bekas Benteng Vredeburg pun segera dimulai.
Tahun
1977–1992
Dalam
periode ini status penguasaan dan pengelolaan benteng pernah diserahkan dari
pihak HANKAM kepada Pemerintah Daerah Yogyakarta. Tanggal 9 Agustus 1980
diadakan penandatanganan piagam perjanjian tentang pemanfaatan bangunan bekas
Benteng Vredeburg oleh Sri Sultan HB IX (pihak I) dan Mendibud Dr. Daoed
Joesoef (pihak II).
Pada
periode ini Benteng Vredeburg pernah dipergunakan sebagai ajang Jambore Seni
(26 – 28 Agustus 1978), Pendidikan dan latihan Dodiklat POLRI. Juga pernah
dipergunakan sebagai markas Garnisun 072 serta
markas TNI AD Batalyon 403. Meski demikian secara yuridis formal status tanah
tetap milik kasultanan.
Dengan
pertimbangan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg tersebut merupakan bangunan
bersejarah yang sangat besar artinya maka pada tahun 1981 bangunan bekas
Benteng Vredeburg ditetapkan sebagai benda cagar budaya berdasarkan Ketetapan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981.
Tentang
pemanfaatan bangunan Benteng Vredeburg, dipertegas lagi oleh Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (Mendikbud
RI) tanggal 5 November 1984 yang mengatakan bahwa bangunan bekas Benteng
Vredeburg akan difungsikan sebagai museum perjuangan nasional yang
pengelolaannya diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
Piagam
perjanjian serta surat Sri Sultan Hamengku Buwono IX Nomor 359/HB/85 tanggal 16
April 1985 menyebutkan bahwa perubahan-perubahan tata ruang bagi gedung-gedung
di dalam kompleks benteng Vredeburg diizinkan sesuai dengan kebutuhan sebagai
sebuah museum. Untuk selanjutnya dilakukan pemugaran bangunan bekas benteng dan
kemudian dijadikan museum. Tahun 1987 museum telah dapat dikunjungi oleh umum.
Tahun
1992 sampai sekarang
Melalui
Surat Keputusan Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad
Hasan nomor 0475/O/1992 tanggal 23 November 1992
secara resmi Benteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan
nama Museum Benteng Yogyakarta.
Untuk
meningkatkan fungsionalisasi museum ini maka mulai tanggal 5 September 1997
mendapat limpahan untuk mengelola Museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman
Yogyakarta, dari Museum Negeri Provinsi DIY Sonobudoyo. Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM 48/OT.001/MKP/2003 tanggal
5 Desember 2003 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta merupakan Unit Pelaksana
Teknis yang berkedudukan di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan Deputi Bidang
Sejarah dan Purbakala.
Selanjutnya
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : KM
48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
mempunyai Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi yaitu sebagai museum khusus
merupakan Unit Pelaksana Teknis yang berkedudukan di lingkungan Kementerian dan
Kebudayaan Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala yang bertugas melaksanakan
pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penyajian, penerbitan hasil
penelitian dan memberikan bimbingan edukatif kultural mengenai benda dan
sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta.
4. Koleksi Museum
BANGUNAN
Sesuai
dengan awal bahwa benteng Vredeburg dibangun untuk dijadikan sebuah benteng
pertahanan. Sehingga dalam perkembangannya pun bangunan-bangunan pedukung yang
didirikan bertolak dari konsep sebagai pertahanan . Hal itu dapat dilihat dari
beberapa bangunan yang masih dapat dijumpai sekarang , antara lain
Selokan
atau Parit
Parit
atau selokan ini dibuat dengan maksud rintangan paling luar terhadap serangan
musuh. Parit dibuat di sekeliling benteng dengan perhitungan bahwa musuh akan
datang dari segala arah. Tetapi perkembangan selanjutnya, ketika sistem kemiliteran
telah mengalami kemajuan, parit sebagai sarana pertahanan sudah tidak urgen
lagi. Bahkan untuk tahun-tahun berikut parit hanya berfungsi sebagai sarana
drainage (pembuangan) saja. Untuk memberikan kesan kepada masyarakat bahwa
sekeliling benteng terdapat parit, sisa parit masih dapat dilihat dibawah
jembatan depan gerbang sebelah barat .
Jembatan
Pada
masa awal Benteng Vredeburg dibangun, antar daerah dalam benteng dengan luar
benteng dihubungkan dengan jembatan (jembatan angkat ). Menurut rencana awal
benteng dibangun dengan konsep simetris, sehingga dengan demikian jembatan yang
dibuat berjumlah empat buah yaitu menghadap keempat penjuru (barat, selatan,
timur, dan utara). Tetapi berdasarkan data yang ditemukan, bekas-bekas jembatan
hanya dapat dijumpai utara tidak ditemukan. Hal ini dapat saja terjadi dalam
proses pembangunan yang telah dibuat dalam konsep awal bangunan benteng, di
sisi utara dipandang sudah aman sehingga untuk jembatan sebelah utara benteng
dipandang sudah tidak perlu.
Untuk
saat ini jembatan yang masih dapat dilihat adalah jembatan yang telah mengalami
perkembangan kemudian. Hal itu terjadi seiring dengan perkembangan teknologi
khususnya kendaraan perang. Sehingga jembatan yang tadinya berupa jembatan
gantung, sudah tidak mungkin lagi mampu menopang kendaraan perang yang keluar
masuk benteng.
Tembok
(Benteng)
Lapisan
pertahanan sesudah parit adalah tembok (benteng) yang mengelilingi komplek
benteng Vrederburg. Di sisi tembok sebelah dalam juga dibuat anjungan, sehingga
praktis tembok (benteng) ini dapat berfungsi sebagai tempat pertahanan,
pengintaian, penempatan meriam-meriam kecil maupun senjata tangan. Dengan
begitu jarak pandang pengintaian maupun jarak tembak akan lebih leluasa.
Saat
sekarang sebagian anjungan (sebelah timur sebagian, sebelah barat dan sebelah
selatan) masih dapat dilihat. Juga relung-relung di atas tembok (benteng)
sebagai tempat meriam maupun senjata tangan lainnya. Pembongkaran anjungan ini
diperkirakan karena perkembangan situasi dimana keamanan telah lebih terjamin,
sehingga anjungan dipandang sudah tidak diperlukan lagi.
Pintu
Gerbang Barat
Pintu
gerbang sebagai sarana (jalan) keluar ataupun masuk komplek benteng. Mengingat
konsep awal bahwa benteng dibangun dengan konsep simetris maka pintu gerbang yang
ada berjumlah empat buah (selatan, timur, utara, dan barat ). Tetapi karena
proses pembangunan benteng itu sendiri memakan waktu yang amat panjang,
sehingga sangat dimungkinkan konsep awal tersebut berubah karena situasi
keamanan yang mengharuskan pintu gerbang yaitu sebelah barat, timur dan
selatan. Di sebelah selatan hanya dibuat kecil dan lebih tepat kalau disebut
terowongan. Sehingga arus keluar masuk penghuni benteng melewati pintu gerbang
barat dan timur saja.
Bangunan-Bangunan
di Bagian Tengah
Di
dalam komplek Benteng Vredeburg bangunan-bangunan yang ada berupa
bangsal-bangsal. Semula bangsal-bangsal tersebut berfungsi sebagai barak para
prajurit maupun perwira. Akan tetapi dalam perkembagan selanjutnya sejalan
dengan perkembangan fungsi bangunan yang bukan lagi sebagai tempat pertahanan
melainkan sebagai tangsi militer, bangunan tersebut lebih tepat disebut sebagai
tempat tinggal. Hal itu dapat dilihat dari dibangunnya bangunan-bangunan baru.
Semula
lapangan tersebut dimungkinkan untuk tempat persiapan militer, latihan maupun
upacara-upacara militer lainnya. Setelah Benteng Vredeburg fungsi sebagai
tangsi militer yang dimungkinkan prajurit akan membawa keluarganya, maka lpagan
tersebut beralih fungsi sebagai halaman dan tempat bermain saja.
Hal
itu juga berlaku dengan anjungan di sisi selatan, barat dan timur sebagian.
Yang semula dibangun sebagai sarana pendukung pertahanan untuk selanjutnya
dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar